Cinta terkadang memang tak terbaca akal.
Maksud hati ingin terus bersama, namun keadaan bilang tidak bisa. Maksud
hati tak ingin menyakiti, namun tanpa sadar ada yang dilukai.
Salahku pernah menganggap kamu tak berarti, kini aku yang ditabrak takdirku sendiri. Sungguh, aku ingin kembali. Tolong, maafkan perilaku hati ini.
Setelah
benar-benar menyesali apa yang baru saja kulewati, sungguh aku
menginginkan kamu lagi. Aku terlalu merasa pasti untuk mengejar apa yang
hanya ada dalam imajinasi. Kata-katamu tak kuhiraukan, hingga
kamu yang sudah ada dalam genggaman justru aku lepaskan tanpa perasaan.
Aku pikir akan dengan mudah mendapat pengganti, namun ternyata
segalanya hanyalah tentang sakit hati. Aku menginginkan kamu, saat tak
mungkin lagi bagi kita untuk bersatu.
Aku
bukan yang pintar mengakui segala salah. Namun aku juga terlalu bodoh
jika berpikir bahwa perpisahan tak akan membuatku resah. Sebab aku tahu,
sejauh perjalanan hati, hanya kamu yang mampu betul-betul mengerti. Dan
jika bagimu perpisahan adalah harga mati, harus bagaimana aku memaafkan
diriku sendiri?
Aku pernah lupakan segala baik yang telah kamu beri, dan mungkin kini giliranmu untuk tak peduli.
Kamu
memalingkan muka di saat aku benar-benar meminta. Kamu tak mau
mendengarkan di saat aku sedang memberi penjelasan. Tak ada lagi cinta
yang akan kauberi di saat aku sedang meminta sepenuh hati. Kamu
tersakiti, dan aku menyesali. Di sini juga aku menyadari bahwa
kesempatan kedua terkadang jarang terjadi.
Jika kuucap kata maaf berulang kali, akankah kepadaku kamu akan kembali lagi? Menyesal tentu percuma, ketika luka sudah terlanjur tercipta. Maka, biar kata-kata maaf yang menghapus perihnya.
Pada kesempatan yang lalu, banyak hal yang tak mampu kulakukan untuk keutuhan kita. Namun
aku justru mempersalahkanmu–entah mengapa. Kujadikan kamu satu-satunya
alasan mengapa cinta tak lagi berarti ‘kita’. Kamu jadikan aku
satu-satunya alasan mengapa kata maaf tak lagi memiliki banyak makna.
Kini,
saat kamu dengan tegas memilih untuk tidak akan lagi kembali, biarkan
aku belajar bahwa ada beberapa hal yang tidak harus selalu sampai
terjadi. Atas nama segala titik-titik hati yang pernah terlukai,
sekiranya saja maafku mencukupi walau tidak pasti mampu mengobati.
Teruntuk rumah yang pada akhirnya justru aku lewati, semoga akan
kautemui penghuni lain yang lebih baik lagi.
Di
depan sana, semoga ada rumah yang akan menerimaku lebih dari sekadar
tamu, meski yang ternyaman hanya kutemukan di dalam hatimu.
Jika
memang ada kesempatan menjadi bagian hidupmu lagi, biar aku lunasi
segala rindu yang terkumpul semenjak kamu tak di sisi. Jika memang ada
kesempatan menjadi pelengkap hatimu untuk kedua kali, aku berjanji tak
akan menghancurkan apa yang kelak bisa kita miliki.
Sebab
tak mungkin kuputar waktu ke awal, maka mohon maafkan aku dan izinkan
aku tetap tinggal. Sebab tak mungkin kuhapus segala kenangan buruk, maka
biar kupanggil kembali sejuta senyummu lewat eratnya peluk.
Ternyata, menyakitimu di putaran waktu yang lalu kelak membawa luka pula bagiku tanpa aku tahu. Maafkan aku, egoku, dan keputusanku yang pernah menyakitimu.
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkomentar dengan baik